Hai Mas Riza, Apa Kabar?

Assalamualaikum

Hai mas Riza, apa kabar? Tepat satu bulan ini kita tidak pernah bermain bersama, berbincang, bahkan bertukar kabar. Tepat pada tanggal 31 (Juli) yang lalu, saat aku berpamit pulang ke Solo, kamu ucapkan kata perpisahan dan seperti biasa “Hati-hati dek”. Entah apa yang aku pikirkan saat itu, padahal aku tahu waktumu tidak banyak, dan parahnya aku tetap memutuskan pulang untuk acara yang tidak ada artinya jika kubandingkan dengan keberadaanmu mas Riza. Kalo bukan mas Riza, bukan masku namanya. Bahkan sampai menjelang akhir waktunya, tetap memperhatikan dan memikirkan yang terbaik untuk adeknya.

IMG-20160804-WA0046

Ahad, 31 Juli 2016 saat itu, agendaku sangat padat. Atas saran dan nasehat mas Riza, pagi hari itu aku harus memenuhi perintah Surat Tugas dari UNIBA Surakarta untuk acara Dies Natalis kampus, apalagi aku baru saja diterima dan diangkat sebagai dosen tetap Yayasan disana. Siang harinya aku ada siaran langsung dengan program TV CNN Indonesia, wawancara terkait petisi kepada FIBA untuk mencabut larangan memakai jilbab di kompetisi bolabasket Internasional yang sudah aku perjuangkan sejak bertahun-tahun lalu. Sore harinya aku harus mendampingi PP Perbasi untuk Coaching Clinic di Gor Punokawan Karanganyar yang merupakan agenda Perbasi untuk mengembangkan bolabasket di daerah-daerah. Kesempatan yang bagus bagiku untuk berinteraksi langsung dengan PP Perbasi, sharing dan saling bertukar ilmu dan informasi, dan tentu saja mengenai peraturan FIBA yang melarang memakai penutup kepala, yang aku sangat berharap Perbasi Indonesia mau mendukung dan memperjuangkannya.

Awalnya aku hanya ingin disini, menemani mas Riza, tapi mas Riza begitu meyakinkanku dan akupun harus pulang ke Solo. Diperjalanan hatiku tidak tenang, rasa khawatir yang tidak biasa, air mata terus mengalir dan kabar yang dikirimkan mbak Dewi (istri mas Riza) bukan hal yang baik. Ingin rasanya segera putar balik kembali ke Malang..tapi apa daya. Hingga lewat tengah malam, tidak ada kabar lagi dari mbak Dewi, tidak bisa dihubungi, begitu pula mas Riza. Hingga waktu menunjukkan pukul 3 dini hari, suamiku menjemput di stasiun Solo Balapan. Dari dalam mobil, karena yang bisa kuhubungi adalah tante yang sedang mendampingi mas Riza, dari seberang aku hanya mendengar suara isak tangis. Mas Riza dalam kondisi yang susah bernafas, berulang-ulang mengucap syahadat dan istighfar. Beberapa kali minta telp ustadz Jon dan Bapak..agar menuntun mengucapkan talqin. Tidak panik, mas Riza sama sekali tidak panik, tidak seperti sore tadi saat mengeluh susah bernafas.

Di saat adzan Subuh berkumandang begitu khidmatnya, mas Riza telah tiada, meninggalkan dunia yang fana ini, meninggalkan keluarga, bapak ibu yang melahirkan, istri dan anak yang dicintainya. Innalillahi wa inna ilaihi roji’uun.. Walkhamdulillahi rob-bil’alamiin.. Kalimat kedua ini secara spontan keluar dari mulutku, mungkin karena dari tahun lalu aku yang sering merawat dan menjaga mas Riza saat berobat atau kemo, mendampingi di RS seminggu terakhir yang itu adalah saat-saat kanker Synovial Sarcoma di lutut kiri mas Riza bermetastase dengan cepat dan ganasnya, hingga mengalami kelumpuhan perlahan dari kaki hingga malam terakhir saat aku pulang, mas Riza melakukan sholat dengan isyarat kedipan mata dan takbir melalui mulutnya. Alhamdulillahi rob-bil’alamiin..mas Riza tidak lagi kesakitan, mas Riza sembuh, dua kalimat syahadat secara sempurna terucap di mulutnya hingga roh mas Riza di ambil oleh malaikat Izrail. Begitu tegar, bahkan 12 saudara yang mendampingi tidak bisa menyembunyikan isak tangisnya. Insya Allah khusnul khotimah ya mas Riza..

IMG-20160731-WA0001

Aku bukanlah satu-satunya yang bersedih, tapi entah mengapa aku merasa yang paling sedih dan paling kehilangan. Aku kehilangan kakak, patner, guru gitar, ustadz, coach, manajer dan contoh tauladan dalam kesederhanaan yang sangat qona’ah dan istiqomah. Mau dibawa kemana basketku sekarang mas?? Kamu sudah tiada.. L Basket adalah kehidupanku mas, kehidupan dari keluargaku, untuk siapa sekarang aku bermain bolabasket mas?? Toh juga nanti jika aku bisa keliling dunia bermain basket, siapa yang akan mengingatkanku untuk ibadah dan studi? Menasehatiku untuk bermain cerdas dan melakukan trik-trik Tony Parker dan Stephen Curry? Begitu sempurna mas Riza di mataku mas, tapi Allah jauh mengetahui apa yang dipandang manusia seperti aku. Hingga Allah pun merindukanmu. Mencukupkan waktumu disini hingga 29 tahun saja.

Jpeg
Jpeg

Ba’da subuh, saya dan suami bersiap untuk pulang ke Ponorogo, jenazah mas Riza setelah dimandikan di RS Syariful Anwar Malang dan disholatkan di masjid perumahan, dibawa pulang ke Ponorogo untuk dimakamkan di Ngunut. Ucapan bela sungkawa dan doa melalui media, chat dan telp terus-terusan memenuhi notifikasi. Obrolan di sepanjang perjalanan dengan mbak Dina berkutat di seputar kenangan-kenangan indah masa lalu. Dan mbak Dina dan mas Ebit memang mengiyakan, jika mas Riza paling dekat denganku secara hubungan pribadi. Tidak heran jika semasa sakit dari tahun lalu, mas Riza dan mbak Dewi selalu memprioritaskan aku untuk direpoti. Saat mas Riza memilih mbak Dewi untuk menjadi istrinya pun, curhatnya hampir setiap hari kepadaku J

Jpeg
Jpeg

Mas..adek bangga sekali punya kakak seperti mas Riza. Mas Riza memiliki andil besar membuat adek seperti sekarang. Adek dari kecil yang nakalnya minta ampun, mas Riza selalu sabar dan tidak bosan-bosan mengingatkan dan memberi nasehat. Jika bertengkar dan berkelahi, mas Riza selalu mengalah, itu yang dikatakan Ibu. Jika bukan karena mas Riza, tidak bisa kubayangkan seperti apa aku sekarang, yang dulu seperti preman kecil, suka bertengkar dengan laki-laki, ikut bermain bola dan layang-layang sampai kulit menjadi hitam. Keluarga besar bani Hasan dan Bani Abubakar satu suara sepakat, bahwa kemuliaan mas Riza adalah pada kesabaran dan ketelatenannya. Pagi ini saat sudah sampai dirumah, penuh dengan tetangga, jamaah dan keluarga aku tak kuasa kembali menahan tangis. Saat bertemu bapak, dalam pelukannya kami menangis tersedu-sedu. Selama bapak sakit, bapak kurang bisa membantu langsung dalam menemani dan merawat mas Riza, karena bapak sendiri sakit kanker Multiple Mhyloma sejak tahun 2014 lalu.

Aku jadi teringat, waktu itu hari yang sibuk dan berjalan sangat cepat. Saat aku di Malang, ditempat mas Riza, aku menghubungi temanku untuk minta dibuatkan kaos. Simple saja, asalkan besok jadi. Kaos itu bertuliskan “This Cancer from Allah, Who gave better than Allah?” yang sengaja kubuat 2 buah saja untuk mas Riza dan bapak. Sebagai semangat dan motivasi tujuanku, tapi hal ini malah membuat mas Riza, mbak Dewi dan bapak menitikkan air mata saat kuberi kaos ini.

IMG-20140803-WA0019

Hari terakhir sebelum aku pulang, kita ngobrol sedikit tentang basket. Saat aku bertanya siapa pemain idola mas Riza, jawabnya adalah adek kandungnya sendiri ini. Sayangnya waktu itu, kenapa mas Riza tidak bertanya kepada adek, untuk siapa adek bermain basket? Jika ini saya anggap belum terlambat untuk menjawab, adek bermain basket setengahnya adalah untuk keluarga, dan setengah lagi adalah untuk hijab yang telah kuperjuangkan. Tanpa mas Riza aku merasa telah kehilangan separuh tujuanku dalam basket mas. Jika FIBA tidak segera mencabut aturannya yang melarang jilbab untuk bermain basket, saya rasa, separuh yang tersisa akan hilang juga. Harus bagaimana lagi mas, adek bermain basket untuk tujuan yang seperti apa? Yaa..itu mungkin pelajaran yang harus kupetik, menjadi PR bagiku jika nanti sudah pensiun dan tidak bermain basket lagi.

I love you mas Riza, but Allah love you more…

IMG_2565

2

Untuk semua keluargaku yang aku cintai (Umi Abi, Papa Mama, mas Ebit mbak Ulil, trio H, mas Toni mbak Dina, duo A, mas Azhar, dan semuanya), mari kita meneladani kebaikan dan amalan mas Riza semasa hidup, dan saling mengingatkan untuk lebih baik, supaya kita bisa mengejar pahala dan bisa memasuki surganya mas Riza bersama-sama.

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s